Pada tahun 1810 Inggris menguasai Magelang dan melanjutkan pemerintahan menggantikan pemerintah lokal (sebelumnya Magelang masuk Mataram baru). Inggris menggunakan salah satu lokasi Kebondalem sebagai awal kota dengan membangun Masjid dan Kadipaten di sekitar alun-alun. Masjid di sebelah Barat alun-alun dan pada waktu-waktu berikutnya di sebelah Barat masjid, terdapat KAMPUNG KAUMAN. Ketiganya dibangun pada tahun 1810.
Seiring dengan datangnya orang Belanda (tahun 1813 Belanda menguasai Magelang). apalagi didukung Magelang dipilih sebagai ibu Kota Karesidenan Kedu tahun 1817, dibutuhkan pemakaman untu orang-orang Belanda khususnya. Pemakaman Belanda yang mungkin sudah ada sejak tahun 1818 berada di dekat lembah Tidar dinamakan KAMPUNG KERKOPAN.
Pesatnya Magelang, membuat Magelang banyak didatangi baik orang-orang Belanda, Cina maupun orang-orang Arab. Selain kantor-kantor pemerintahan juga dibangun fasilitas kota di Magelang. Ada kamar bola, Kantor Club, Gudang Candu dan sebagainya. Di sebelah Timur alun-alun terdapat kawasan tempat penginapan (losmen) yang kemudian dikenal dengan nama KAMPUNG LOSMENAN, yang sekarang menjadi deretan gedung bioskop dan pusat berbelanjaan Matarahari.
Datangnya orang-orang Cina seperti dikota-kota lain juga telah membentuk kawasan yang dikenal dengan PECINAN (yang berada di sebelah Selatan Alun-Alun).
Pada tahun 1937, Thomas Karsten yang sempat singgah di Magelang merencanakan perkampungan sehat untuk orang-orang Belanda yang dikenal dengan KWARASAN, yang berada di Desa Bayeman dan di sebelah Selatan Kantor Karesidenan Kedu.
Sementara nama-nama lain yang mungkin terkait pada periode pemerintahan Belanda, antara lain Tukangan, Keplekan, Pajeksan.
Ada cerita rakyat yang diceritakan turun temurun tentang terjadinya beberapa kampung di Magelang (kota dan kabupaten) yaitu pada saat terjadi pertempuran orang pribumi dengan Belanda. Pada saat itu ada orang yang tewas dan bagian tubuhnya diletakkan di beberapa tempat. Bagian tubuhnya antara lain pusar (menjadi KAMPUNG BODONGAN di Desa Kramat) dan punggung (menjadi KAMPUNG GEGER, kabupaten Magelang).
biisa di lengkapi lagii gk tentang masa kolonial belanda nya??? Ckckckckck :))
terima kasih sudah berkujung di blog magelang kota tua, semoga ke depan bisa lebih lengkap
Memang artikel tsb ada kesamaan dgn artikel saya tentang riwayat Bukit Tidar tempat pertemuan Syeh Subakir dgn Ki Semar dan Ki Togok namun penentuan Zaman nya tidak bisa dihitung pada masehi bisa di hitung sebelum Masehi karena Zaman Ki Semar dan Ki Togok hidup di zaman pewayangan
matur nuwun pak atas waktunya yang telah mampir di blog ini. memang beberapa cerita masih jadi wacana apakah itu sekedar legenda atau benar-benar nyata. hal ini mengingat di indonesia khususnya di jawa, menganal pewayangan dalam perjalanan sejarah. namun beberapa ilmuwan dg beberapa penalaran mencoba mebari angka tahun pada beberapa peristiwa sejarah.
dan dalam sejarah itu sendiri, data sering kali bergeser karena adanya pemikiran ulang.
makasih
SAYA YANG TINGGAL DI JAKARTA .. SAYA SELALU INGAT DAN KANGEN TERUS DENGAN KOTA MAGELANG,BIARPUN KOTA KECIL TETAPI TETAP NYAMAN,AMAN DAN SEJUK . I LOVE KOTA MAGELANG
terima kasih atas kunjungannya. nantikan artikel tentang kwarasan